"Yesus melihat ada tamu-tamu yang memilih tempat-tempat yang paling baik. Sebab itu Ia memberikan ajaran ini kepada mereka semua. "Apabila kalian diundang ke pesta kawin, janganlah pergi duduk di kursi kehormatan. Sebab jangan-jangan seorang lain yang lebih penting daripadamu telah diundang juga, sehingga tuan rumah yang sudah mengundang kalian berdua itu, terpaksa datang kepadamu dan berkata, 'Maaf, tempat ini telah disediakan untuk tamu itu.' Maka dengan sangat malu engkau terpaksa duduk di tempat yang paling belakang. Sebab itu, apabila kalian diundang, pilihlah tempat yang paling belakang, supaya tuan rumah akan datang dan berkata kepadamu, 'Kawan, mari duduk di tempat yang lebih baik.'Dengan demikian kalian dihormati di depan semua tamu yang lain. Sebab setiap orang yang meninggikan diri akan direndahkan, tetapi yang merendahkan diri akan ditinggikan."(Lukas 14:7-11,BIS).
Kesederhanaan Dalam Bersosialisasi Di Jejaring sosial.
"Baru-baru ini aku memposting gambar anak-anakku di Facebook, lalu menulis tentang perjalanan liburan kami, dan kemudian berkomentar di dalam "status"-ku itu betapa indahnya saat liburan itu tiba dan betapa briliannya rencana besarku itu. Namun mengapa lima menit kemudian, aku merasa bersalah? Saat aku memeriksa hatiku dengan apa yang baru saja aku tulis, aku mengakui ada nada kesombongan pada "posting" "status-ku". Meskipun aku sudah merasa tulus dalam menuliskannya-seperti halnya ketika aku bicara, namun pada kalimat-kalimat itu berisi nada sombong."
Di usia kita, situs internet jejaring sosial, seperti Facebook,Twitter dan yang lainnya, dengan mudah kita bisa melihat banyak perubahana dalam cara berinteraksi manusia. Untuk dapat terhubung dengan teman dan keluarga kita tidak perlu lagi saling melihat dengan bertatap muka atau menelepon mereka. Hanya dengan klik "mouse" atau menekan "tombol-tombol keypad", kita sudah bisa berbagi hidup kita hingga sedetail-detailnya, hanya dengan satu hingga beberapa kalimat saja.
Namun dengan akses penyebaran sampai ke "seluruh dunia", ada banyak potensi masalah besar, salah satunya seperti yang sudah ada sejak bermula dari taman Eden, yaitu kebanggaan. Ketika itu Adam dan Hawa bergelimang dengan rasa kebanggaan diri yang menyebabkan Allah berpisah dari roh mereka, dan kenyataannya, harga yang harus mereka tanggung sangatlah mahal. Seperti halnya jaman sekarang, dengan berbagai macam situs sosial yang "online", mudah sekali kita terbujuk untuk membual dan bahkan kita sadari atau tidak, beberapa orang menggunakan media online sebagai ajang persaingan diri hingga menuju ke perselisihan.
"Aku tergerak ingin tahu seberapa sering aku juga ikut melakukan hal-hal tersebut? Jadi aku mulai merenungkan dan berpikir, apakah mungkin memiliki kehidupan sosial di dunia maya tanpa melanggar aturan-aturan yang Allah tekankan di dalam kerendahan hati? Apakah aku memiliki motivasi agar orang lain bisa melihat gaya hidupku yang penuh prestasi atau aku mengharapkan pujian dari orang-orang karena indahnya foto-foto keseharian kehidupanku bersama keluarga, atau mahalnya obyek latar belakang foto liburanku tahun lalu ketika aku berkunjung ke luar negeri? Setelah mengevaluasi berbagai lapisan masalah berdasarkan pedoman Firman Tuhan, aku menemukan bahwa pertanyaan yang perlu aku tanyakan terus-menerus pada diri sendiri adalah: apakah pernyataanku tentang diriku sudah benar-benar pernyataan dari seorang anak Allah? Karena akan sangat berbeda motivasiku ketika aku mem"posting" sesuatu antara untuk keluarga dan untuk orang lain. Akan sangat berbeda motivasiku disaat aku mengabarkan sebuah kisah perubahan hidupku antara kepada keluarga, teman-teman, dan semua orang di dunia maya. Ada banyak hal baik di setiap pemberitaan yang sengaja aku "posting" agar aku dapat selalu terhubung dengan orang lain, tetapi ada sesuatu yang sama sekali berbeda ketika aku membicarakan sesuatu hal dengan diliputi motivasi kebanggaan diriku, seperti misalnya tentang prestasiku, jadwal liburanku, dan rencana-rencanaku untuk membeli barang-barang mewah. Rencana Allah di dalam kehidupanku adalah untuk mengubahku menjadi orang yang berkarakter seperti Dia. Sebagai pengikut Kristus, aku harus berusaha setiap saat untuk melepaskan diri dari pernyataan atas diriku sendiri. Sementara aku merasa tidak ada yang salah ketika aku merasa bangga pada keluargaku, pada anak-anak kita dan pada prestasi-prestasiku. Terkadang dengan mudahnya aku sengaja memberitakan kebenaran yang dangkal, sedangkan sebenarnya tujuan yang sederhana yang dikehendaki Allah adalah agar aku berbagi kebenaran-Nya." (Spiva Heather)
Jadi bagaimana kita tahu -sebagai pengikut Kristus- apa yang tepat dan yang tidak tepat untuk diberitakan kepada orang lain di dunia maya? Lalu bisakah kita menjaga kerendahan hati di saat membagikan cerita pengalaman hidup kita dan menjalin hubungan dengan orang lain? Apakah pada saat yang sama kita masih sanggup mengatakan akan selalu menghormati Allah dan juga menjaga hubungan baik terhadap orang lain di jejaring sosial? "Orang yang mengasihi orang-orang lain, sabar dan baik hati. Ia tidak meluap dengan kecemburuan, tidak membual, tidak sombong. Ia tidak angkuh, tidak kasar, ia tidak memaksa orang lain untuk mengikuti kemauannya sendiri, tidak juga cepat tersinggung, dan tidak dendam. Orang yang mengasihi orang-orang lain, tidak senang dengan kejahatan, ia hanya senang dengan kebaikan." (I Korintus 13:4-6, BIS).
Berikut adalah beberapa petunjuk (dari I Korintus 13:4-6) untuk membantu kita:
- Kesabaran.
- Kebaikan.
- Kerendahan hati.
- Kelembutan.
Bersukacitalah pada sarana media internet di dalam dunia maya. Mari kita selalu saling mengingatkan bagaimana cara Allah bekerja dalam menumbuhkan kita pada kehidupan sehari-hari. Dia memberi kebutuhan kepada kita -lebih penting dari segala hal yang kita inginkan- yaitu anugerah-Nya. "Tetapi kasih karunia, yang dianugerahkan-Nya kepada kita, lebih besar dari pada itu. Karena itu Ia katakan: "Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati." (Yakobus 4:6).
Jika kita tetap menjaga kerendahan hati -bahkan ketika kita merasa tidak memikirkannya- Allah yang akan menggerakkan orang lain bersukacita mengenal kita, tanpa perlu kita mempromosikan diri sendiri. Allah selalu melihat ke hati kita yang paling dalam. Karenanya kita bisa memastikan pada diri kita sendiri, bahwa segala sesuatu dalam diri kita -yang kita tunjukkan di dunia maya- benar-benar menggerakkan pandangan Allah kepada kita. Apapun yang kita tunjukkan di dunia maya akan menentukan penilaian orang lain tentang kita sebagai anak-anak Allah. Apakah sudah sejalan dengan kehendak Allah Bapa, apakah kita sedang berjalan mengikuti jejak Yesus, apakah kita mewarisi sikap kerendahan hati-Nya?
Sebelum kita meng-unggah (update status, foto-foto, catatan pribadi dan komentar lainnya) pikirkan sejenak tentang niat dan motivasi hati kita. Apakah itu berasal dari alasan ketulusan atau keangkuhan? Ingat bahwa cinta kasih yang Tuhan Yesus ajarkan adalah memberi dan mendorong orang lain untuk berbuat baik. Beri perhatian lebih pada kebutuhan orang lain lebih dari kita sendiri dan tidak mencari kehormatan sendiri. "Apabila orang benar berkompromi dengan orang jahat, itu sama saja seperti mencemarkan sumur atau mengotorkan mata air. Sama seperti makan terlalu banyak madu itu tidak baik, demikian juga mengejar kehormatan bagi diri sendiri." (Amsal 25:26-27, FAYH).
Jika mengasihi Allah dan orang lain adalah perintah terbesar, maka kita harus yakin bahwa tujuan dari apapun yang kita tulis, atau kita bagikan di dunia maya-jejaring sosial, semuanya adalah tentang: mengasihi orang lain dan mengasihi Allah.
Tuhan Yesus Memberkati.
(Spiva Heather-Crosswalk.com) - Catatan Perjalanan Ke Tujuan.